I. PENDAHULUAN
Menurut ekonom neoliberal, fleksibilitas dalam perekonomian merupakan prasyarat yang dibutuhkan suatu negara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Hal ini ditunjukkan dalam kasus kebangkitan Asia Timur (terutama Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong) yang telah mengalami mengalami peningkatan yang tinggi dalam standar hidup penduduknya, meskipun dihadapkan dengan kendala kepadatan penduduk yang tinggi dan sumberdaya alam yang relatif miskin. Negara-negara ini juga menunjukkan kemampuan yang cepat dalam transformasi struktur produksi, memperbesar perandalam pasar dunia dan kemampuan dalam penyesuaian terhadap guncangan (shock) makroekonomi yang besar.
Fleksibilitas perekonomian Asia Timur selama beberapa dekade terakhir ini menurut ekonom neoliberal, merupakan hasil dari kebijakan “pasar bebas”, sehingga pelaku ekonomi mampu secara cepat merespon perubahan harga. Ekonom neoliberal sangat meyakini kemampuan mekanisme harga untuk mendorong penyesuaian yang cepat. Mereka memandang pembatasan-pembatasan yang diciptakan oleh pemerintah dan kelompok-kelompok kepentingan sebagai penyebab utama kesulitan ekonomi dalam banyak negara, baik di negara berkembang maupun negara maju. Menurut mereka, seluruh aturan, legislasi atau kelembagaan lainnya, lebih dari yang yang dibutuhkan untuk pasar adalah rigiditas yang menghalangi pergerakan sumberdaya ke dalam aktivitas yang lebih menguntungkan. Rigiditas semacam ini tidak hanya mengurangi kemampuan perekonomian untuk menyesuaikan guncangan eksternal tetapi juga mengurangi kemampuan menciptakan pertumbuhan dalam jangka panjang.
Namun demikian banyak studi terkini yang mengungkapkan bahwa perekonomian Asia Timur, khususnya tiga terbesar yaitu Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, pada dasarnya tidak berhasil dalam kebijakan pasar bebasnya. Negara-negara ini memiliki berbagai jenis rigiditas (kekakuan) dan intervensi pemerintah dalam perekonomiannya. Kebijakan industri sektoral mereka menyebabkan perusahaan-perusahaan menghadapi pembatasan untuk keluar-masuk industri, untuk memperluas dan kapasitas, untuk menetapkan harga dan memilih teknologi. Pasar keuangan mereka, khususnya sektor perbankan, memiliki regulasi yang sangat kuat, dengan subsidi bunga pinjaman pada sektor-sektor strategis tertentu. Aliran modal keluar dikendalikan secara ketat, dan seluruh investasi langsung dan pinjaman luar negeri masuk dirintis melalui pemerintah. Selanjutnya, meskipun pasar tenaga kerja dalam perekonomian ini sangat fleksibel, tetapi secara praktis juga terdapat intervensi pemerintah. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa pada dasarnya perekonomian Asia Timur memiliki banyak karakteristik yang tidak menggambarkan perekonomian pasar yang fleksibel seperti yang dikemukakan oleh neoliberal.
II. RIGIDITAS YANG FLEKSIBEL DI ASIA TIMUR
2.1. Pemikiran Mengenai Rigiditas yang Fleksibilitas
Jika seluruh pelaku ekonomi memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk menyerap dan mengolah informasi, maka mereka juga akan memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk memanfaatkan seluruh peluang yang menguntungkan. Namun demikian, dalam dunia nyata pelaku ekonomi umumnya memiliki kemampuan terbatas. Oleh karenanya perilaku dari pelaku ekonomi umumnya bersifat “bounded-rationality”, yaitu rasional berdasarkan keterbatasan informasi yang mereka miliki.
Pelaku ekonomi dengan “bounded rationality” membutuhkan aturan perilaku yang membatasi fleksibilitas mereka. Tingkat rigiditas tertentu “yang tidak dapat dihindarkan” ini merupakan prasyarat untuk berlangsungnya perekonomian modern yang kompleks secara lebih efisien.
Aturan-aturan yang menyebabkan rigiditas “yang tidak dapat dihindarkan ini”, bukan berarti tidak memerlukan upaya-upaya untuk memperbaikinya. Dalam hal ini tetap diperlukan perbaikan kelembagaan dan rancangan kelembagaan baru untuk memperbaiki rigiditas sistem perekonomian tersebut. Selain itu, juga diperlukan kombinasi optimal dari fleksibilitas dan rigiditas untuk keseluruhan sistem ekonomi.
Selain fakta perlunya rigiditas dalam kaitannya dengan “bounded-rationality” dari pelaku ekonomi, rigiditas juga diperlukan dalam konteks adanya trade-off tertentu antara fleksibilitas jangka pendek dan jangka panjang dalam perekonomian. Diperlukan aturan yang membatasi fleksibilitas individu dalam menanggapi perubahan jangka pendek, agar tidak mengurangi fleksibilitas perekonomian dalam jangka panjang.
Selanjutnya dalam konteks fleksibilitas individu dan nasional, ekonom neoliberal menganggap bahwa fleksibilitas maksimum dari ekonomi nasional dicapai melalui fleksibilitas maksimum untuk setiap pelaku. Namun, perilaku fleksibel dari beberapa pelaku dapat berakibat pada pengurangan keseluruhan fleksibilitas ekonomi nasional. Misalnya, dalam kasus pelarian modal (capital flight), dimana reaksi fleksibel individu terhadap kekacauan ekonomi nasional dapat mengakibatkan krisis valuta asing dan akhirnya menyebabkan turunnya investasi, dan akan mengurangi fleksibilitas ekonomi nasional, baik dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang.
Dengan demikian, individu, perusahaan, atau sektor dalam perekonomian nasional mungkin bereaksi dalam cara yang paling fleksibel untuk mengubah lingkungannya, tetapi dengan akibat buruk untuk fleksibilitas ekonomi nasional secara keseluruhan. Jika terdapat konflik antara fleksibilitas individu dan nasional, maka yang diinginkan dari sudut pandang ekonomi nasional adalah membatasi fleksibilitas individu tersebut.
2.2. Rigiditas yang Fleksibel di Asia Timur
Salah satu tujuan dari intervensi negara di Asia Timur adalah untuk meningkatkan fleksibilitas jangka panjang dari perekonomian nasional melalui peningkatan kapabilitasnya, yang jika diperlukan dengan cara menekan fleksibilitas jangka pendek. Salah satu contoh adalah kebijakan mengembangkan industri “infant” yang strategis. Kebijakan semacam ini memberikan waktu dan sumberdaya untuk perusahaan dalam industri ini untuk mengakumulasi kemampuan teknologi melalui proses belajar.
Hal lainnya dalam menjelaskan rigiditas yang fleksibel di negara-negara Asia Timur adalah akibat pandangan dari pengambil kebijakan di Asia Timur mengakui bahwa jenis fleksibilitas individu tertentu dapat membahayakan fleksibilitas nasional, sehingga diperlukan tindakan untuk membatasi meluasnya fleksibilitas semacam ini melalui berbagai aturan dan intervensi pemerintah.
Satu contoh kebijakan semacam ini adalah membatasi arus keluar dari kapital. Dalam kondisi mobilitas tenaga kerja internasional yang terbatas, akan terdapat efek yang merugikan dari larinya kapital, dan karenanya negara melakukan pengontrolan untuk mengurangi kemampuan pemilik modal memaksimumkan kesejahteraannya melalui pergerakan modalnya antar negara.
Contoh lainnya, dalam kasus pengawasan import teknologi. Dalam kondisi teknologi yang saling terkait, membiarkan individu produsen memilih secara fleksibel teknologinya akan merubah struktur ekonomi dan akan menurunkan kemampuan keseluruhan dari sistem untuk bereaksi secara fleksibel terhadap perubahan situasi pasar dunia. Ini berarti bahwa, meskipun keinginan mereka untuk mengimpor teknologi luar negeri, pembuat kebijakan Asia Timur mengontrol teknologi impor secara hati-hati sesuai dengan proyek pembangunan nasional.
Faktor kunci lain yang penting untuk menjelaskan rigiditas fleksibel dari perekonomian Asia Timur adalah adanya pandangan perlunya tindakan politik dalam rangka proses perubahan struktural skala besar. Tindakan politik diperlukan karena dengan membiarkan kelompok produsen secara fleksibel melakukan realokasi sumberdaya, akan memungkinkan terjadinya berbagai konsekuensi sosial yang tidak dikehendaki. Oleh karenanya untuk menghindarkan konflik yang timbul dalam proses perubahan struktural skala besar, kebijakan industri di Asia Timur memasukkan secara terbuka elemen 'politik' dalam desain dan pelaksanaannya.
III. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, terlihat bahwa umumnya kebangkitan dan kesuksesan beberapa negara-negara Asia Timur dalam perekonomiannya, bukan disebabkan kemampuan mereka menerapkan perekonomian yang fleksibel secara utuh sebagaimana yang dikemukakan oleh ekonom neolibeal, tetapi lebih disebabkan kemampuan mereka mengkombinasikan secara ideal fleksibilitas dan rigiditas (intervensi pemerintah) untuk keseluruhan sistem ekonomi untuk menjaga fleksibilitas nasional dan fleksibilitas jangka panjang perekonomian. Kemampuan mengkombinasikan ini yang menyebabkan negara-negara tersebut meskipun memiliki berbagai aturan dan intervensi pemerintah, tetapi perekonomiannya menjadi sangat fleksibel dalam menghadapi berbagai guncangan makro ekonomi.
Pengalaman ini seharusnya juga menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam mengarahkan perekonomian nasionalnya.
Sumber: Disarikan dari Ha-Joon Chang,2006, The East Asian Development Experience The Miracle, the Crisis and Future. Zed Books. New York
Menurut ekonom neoliberal, fleksibilitas dalam perekonomian merupakan prasyarat yang dibutuhkan suatu negara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Hal ini ditunjukkan dalam kasus kebangkitan Asia Timur (terutama Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong) yang telah mengalami mengalami peningkatan yang tinggi dalam standar hidup penduduknya, meskipun dihadapkan dengan kendala kepadatan penduduk yang tinggi dan sumberdaya alam yang relatif miskin. Negara-negara ini juga menunjukkan kemampuan yang cepat dalam transformasi struktur produksi, memperbesar perandalam pasar dunia dan kemampuan dalam penyesuaian terhadap guncangan (shock) makroekonomi yang besar.
Fleksibilitas perekonomian Asia Timur selama beberapa dekade terakhir ini menurut ekonom neoliberal, merupakan hasil dari kebijakan “pasar bebas”, sehingga pelaku ekonomi mampu secara cepat merespon perubahan harga. Ekonom neoliberal sangat meyakini kemampuan mekanisme harga untuk mendorong penyesuaian yang cepat. Mereka memandang pembatasan-pembatasan yang diciptakan oleh pemerintah dan kelompok-kelompok kepentingan sebagai penyebab utama kesulitan ekonomi dalam banyak negara, baik di negara berkembang maupun negara maju. Menurut mereka, seluruh aturan, legislasi atau kelembagaan lainnya, lebih dari yang yang dibutuhkan untuk pasar adalah rigiditas yang menghalangi pergerakan sumberdaya ke dalam aktivitas yang lebih menguntungkan. Rigiditas semacam ini tidak hanya mengurangi kemampuan perekonomian untuk menyesuaikan guncangan eksternal tetapi juga mengurangi kemampuan menciptakan pertumbuhan dalam jangka panjang.
Namun demikian banyak studi terkini yang mengungkapkan bahwa perekonomian Asia Timur, khususnya tiga terbesar yaitu Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, pada dasarnya tidak berhasil dalam kebijakan pasar bebasnya. Negara-negara ini memiliki berbagai jenis rigiditas (kekakuan) dan intervensi pemerintah dalam perekonomiannya. Kebijakan industri sektoral mereka menyebabkan perusahaan-perusahaan menghadapi pembatasan untuk keluar-masuk industri, untuk memperluas dan kapasitas, untuk menetapkan harga dan memilih teknologi. Pasar keuangan mereka, khususnya sektor perbankan, memiliki regulasi yang sangat kuat, dengan subsidi bunga pinjaman pada sektor-sektor strategis tertentu. Aliran modal keluar dikendalikan secara ketat, dan seluruh investasi langsung dan pinjaman luar negeri masuk dirintis melalui pemerintah. Selanjutnya, meskipun pasar tenaga kerja dalam perekonomian ini sangat fleksibel, tetapi secara praktis juga terdapat intervensi pemerintah. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa pada dasarnya perekonomian Asia Timur memiliki banyak karakteristik yang tidak menggambarkan perekonomian pasar yang fleksibel seperti yang dikemukakan oleh neoliberal.
II. RIGIDITAS YANG FLEKSIBEL DI ASIA TIMUR
2.1. Pemikiran Mengenai Rigiditas yang Fleksibilitas
Jika seluruh pelaku ekonomi memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk menyerap dan mengolah informasi, maka mereka juga akan memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk memanfaatkan seluruh peluang yang menguntungkan. Namun demikian, dalam dunia nyata pelaku ekonomi umumnya memiliki kemampuan terbatas. Oleh karenanya perilaku dari pelaku ekonomi umumnya bersifat “bounded-rationality”, yaitu rasional berdasarkan keterbatasan informasi yang mereka miliki.
Pelaku ekonomi dengan “bounded rationality” membutuhkan aturan perilaku yang membatasi fleksibilitas mereka. Tingkat rigiditas tertentu “yang tidak dapat dihindarkan” ini merupakan prasyarat untuk berlangsungnya perekonomian modern yang kompleks secara lebih efisien.
Aturan-aturan yang menyebabkan rigiditas “yang tidak dapat dihindarkan ini”, bukan berarti tidak memerlukan upaya-upaya untuk memperbaikinya. Dalam hal ini tetap diperlukan perbaikan kelembagaan dan rancangan kelembagaan baru untuk memperbaiki rigiditas sistem perekonomian tersebut. Selain itu, juga diperlukan kombinasi optimal dari fleksibilitas dan rigiditas untuk keseluruhan sistem ekonomi.
Selain fakta perlunya rigiditas dalam kaitannya dengan “bounded-rationality” dari pelaku ekonomi, rigiditas juga diperlukan dalam konteks adanya trade-off tertentu antara fleksibilitas jangka pendek dan jangka panjang dalam perekonomian. Diperlukan aturan yang membatasi fleksibilitas individu dalam menanggapi perubahan jangka pendek, agar tidak mengurangi fleksibilitas perekonomian dalam jangka panjang.
Selanjutnya dalam konteks fleksibilitas individu dan nasional, ekonom neoliberal menganggap bahwa fleksibilitas maksimum dari ekonomi nasional dicapai melalui fleksibilitas maksimum untuk setiap pelaku. Namun, perilaku fleksibel dari beberapa pelaku dapat berakibat pada pengurangan keseluruhan fleksibilitas ekonomi nasional. Misalnya, dalam kasus pelarian modal (capital flight), dimana reaksi fleksibel individu terhadap kekacauan ekonomi nasional dapat mengakibatkan krisis valuta asing dan akhirnya menyebabkan turunnya investasi, dan akan mengurangi fleksibilitas ekonomi nasional, baik dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang.
Dengan demikian, individu, perusahaan, atau sektor dalam perekonomian nasional mungkin bereaksi dalam cara yang paling fleksibel untuk mengubah lingkungannya, tetapi dengan akibat buruk untuk fleksibilitas ekonomi nasional secara keseluruhan. Jika terdapat konflik antara fleksibilitas individu dan nasional, maka yang diinginkan dari sudut pandang ekonomi nasional adalah membatasi fleksibilitas individu tersebut.
2.2. Rigiditas yang Fleksibel di Asia Timur
Salah satu tujuan dari intervensi negara di Asia Timur adalah untuk meningkatkan fleksibilitas jangka panjang dari perekonomian nasional melalui peningkatan kapabilitasnya, yang jika diperlukan dengan cara menekan fleksibilitas jangka pendek. Salah satu contoh adalah kebijakan mengembangkan industri “infant” yang strategis. Kebijakan semacam ini memberikan waktu dan sumberdaya untuk perusahaan dalam industri ini untuk mengakumulasi kemampuan teknologi melalui proses belajar.
Hal lainnya dalam menjelaskan rigiditas yang fleksibel di negara-negara Asia Timur adalah akibat pandangan dari pengambil kebijakan di Asia Timur mengakui bahwa jenis fleksibilitas individu tertentu dapat membahayakan fleksibilitas nasional, sehingga diperlukan tindakan untuk membatasi meluasnya fleksibilitas semacam ini melalui berbagai aturan dan intervensi pemerintah.
Satu contoh kebijakan semacam ini adalah membatasi arus keluar dari kapital. Dalam kondisi mobilitas tenaga kerja internasional yang terbatas, akan terdapat efek yang merugikan dari larinya kapital, dan karenanya negara melakukan pengontrolan untuk mengurangi kemampuan pemilik modal memaksimumkan kesejahteraannya melalui pergerakan modalnya antar negara.
Contoh lainnya, dalam kasus pengawasan import teknologi. Dalam kondisi teknologi yang saling terkait, membiarkan individu produsen memilih secara fleksibel teknologinya akan merubah struktur ekonomi dan akan menurunkan kemampuan keseluruhan dari sistem untuk bereaksi secara fleksibel terhadap perubahan situasi pasar dunia. Ini berarti bahwa, meskipun keinginan mereka untuk mengimpor teknologi luar negeri, pembuat kebijakan Asia Timur mengontrol teknologi impor secara hati-hati sesuai dengan proyek pembangunan nasional.
Faktor kunci lain yang penting untuk menjelaskan rigiditas fleksibel dari perekonomian Asia Timur adalah adanya pandangan perlunya tindakan politik dalam rangka proses perubahan struktural skala besar. Tindakan politik diperlukan karena dengan membiarkan kelompok produsen secara fleksibel melakukan realokasi sumberdaya, akan memungkinkan terjadinya berbagai konsekuensi sosial yang tidak dikehendaki. Oleh karenanya untuk menghindarkan konflik yang timbul dalam proses perubahan struktural skala besar, kebijakan industri di Asia Timur memasukkan secara terbuka elemen 'politik' dalam desain dan pelaksanaannya.
III. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, terlihat bahwa umumnya kebangkitan dan kesuksesan beberapa negara-negara Asia Timur dalam perekonomiannya, bukan disebabkan kemampuan mereka menerapkan perekonomian yang fleksibel secara utuh sebagaimana yang dikemukakan oleh ekonom neolibeal, tetapi lebih disebabkan kemampuan mereka mengkombinasikan secara ideal fleksibilitas dan rigiditas (intervensi pemerintah) untuk keseluruhan sistem ekonomi untuk menjaga fleksibilitas nasional dan fleksibilitas jangka panjang perekonomian. Kemampuan mengkombinasikan ini yang menyebabkan negara-negara tersebut meskipun memiliki berbagai aturan dan intervensi pemerintah, tetapi perekonomiannya menjadi sangat fleksibel dalam menghadapi berbagai guncangan makro ekonomi.
Pengalaman ini seharusnya juga menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam mengarahkan perekonomian nasionalnya.
Sumber: Disarikan dari Ha-Joon Chang,2006, The East Asian Development Experience The Miracle, the Crisis and Future. Zed Books. New York
No comments:
Post a Comment