Peluang Usaha Mandiri

Friday, May 15, 2009

Monetary Business Cycle (1)

1. Pendahuluan: Pemikiran Moneteris (Monetarism)
Pada tahun 1960-an, dipelopori Milton Friedman, berkembang suatu aliran pemikiran dalam makroekonomi yang dikenal sebagai aliran moneteris (monetarism). Aliran moneteris berbeda pandangan dengan aliran Keynesian, terutama menyangkut penentuan pendapatan. Kaum moneteris menghendaki agar analisis tentang penentuan pendapatan memberi penekanan pada pentingnya peranan jumlah uang beredar (money supply) di dalam perekonomian.
Bagi kaum moneteris, jumlah uang beredar merupakan faktor penentu utama dari tingkat kegiatan ekonomi dan harga-harga di dalam suatu perekonomian. Dalam jangka pendek, jumlah uang beredar mempengaruhi tingkat output dan kesempatan kerja. Dalam jangka panjang jumlah uang beredar mempengaruhi tingkat harga atau inflasi. Pertumbuhan uang beredar yang berlebihan menyebabkan terjadinya inflasi, dan pertumbuhan moneter yang tidak stabil menyebabkan gejolak atau fluktuasi ekonomi.
Adapun gagasan pokok dari aliran moneteris yang dianggap penting di antaranya adalah (Priyanti,A,dkk, 2002):
1. Sektor atau perekonomian swasta pada dasarnya adalah stabil.
2. Kebijakan makroekonomi aktif seperti kebijakan fiskal dan moneter hanya akan membuat keadaan perekonomian menjadi lebih buruk. Karenanya, kaum moneteris menghendaki suatu peran atau campur tangan pemerintah seminimum mungkin dalam perekonomian.
3. Seperti halnya dengan aliran Klasik, kaum moneteris berpendapat bahwa harga-harga dan upah di dalam perekonomian adalah relatif fleksibel, yang akan menjamin keadaan keseimbangan di dalam perekonomian selalu bisa diwujudkan.
4. Jumlah uang beredar merupakan faktor penentu yang sangat penting dari tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

2. Teori Monetary Business Cycle Neo-Klasik/Teori Monetary Overinvestment
Leijonhufvud (1984) dalam Zijp (1990) mendefinisikan empat jenis teori siklus bisnis. Jenis ini diidentifikasi dalam kaitannya dengan (1) sifat yang menyebabkan siklus, dan (2) sifat dari fenomena yang membentuk siklus. Sifat (nature) ini berbentuk 'real' (R) atau 'nominal' (N), sehingga taksonomi siklus bisnis adalah: N/N, N/R, R/N, dan R/R. Teori Monetary Bussines Cycle (MBC) Neo-Klasik adalah teori N/R: penyebabnya adalah siklus moneter (yakni nominal); sedangkan bentuk fenomenanya adalah siklus ril. Gangguan eksogenus yang menyebabkan siklus adalah peningkatan dalam tingkat ekspansi moneter, sebaliknya fenomena ril yang membentuk siklus adalah kelebihan investasi (overinvestment). Karenanya teori MBC Neo-Klasik juga disebut teori “monetary overinvestment”.
MBC Neo-Klasik adalah model 'pulau', di mana masing-masing individu hanya dapat beroperasi dalam satu pasar lokal, di mana barang dihasilkan. Mereka juga berasumsi bahwa perdagangan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan uang. Selain itu, suplai uang berfluktuasi secara acak, yang disebabkan oleh pengeluaran pemerintah. Shock acak ini tersebar merata di seluruh perekonomian.
Dengan informasi yang lengkap, individu tahu bahwa peningkatan “money balances”nya karena adanya shock moneter dalam perekonomian. Namun, pada MBC Neo-Klasik, tidak terdapat informasi yang lengkap. Informasi diasumsikan memiliki lag satu periode. Shock moneter dalam perekonomian akan mengubah tingkat harga nominal (yakni, rata-rata nilai tukar antara uang dan barang) melalui efek keseimbangan tunai riil (real cash-balance effect). Ini menyebabkan harga lokal akan berubah.
Individu kemudian dihadapi dengan masalah interpretasi, yaitu apakah pergerakan harga disebabkan oleh bergesernya permintaan relatif atau oleh perubahan dalam ekonomi moneter. Karena tidak tahu adanya tambahan kenaikan stok uang, mereka akan mengabaikan komponen nominal dari kenaikan harga dan akan meningkatkan produksi. Dengan kata lain, dalam jangka pendek, perubahan moneter akan mengakibatkan perubahan variabel ril. Namun, segera setelah informasi mengenai tingkat harga umum tersedia, individu tahu bahwa mereka keliru menginterpretasikan kenaikan harga. Mereka kemudian akan menyesuaikan produksi ke tingkat yang sebenarnya (natural rate), sehingga mengembalikan netralitas uang dalam jangka panjang. Ini berarti bahwa tidak akan ada korelasi serial dalam fluktuasi output.
Namun, siklus bisnis dicirikan oleh fakta bahwa akibat dari kesalahan ekspektasi adalah bersifat korelasi serial. Karenanya banyak kritik yang memperdebatkan Neo-Klasik, terutama yang terkait dengan kegagalan Neo-Klasik membedakan antara sumber-sumber gangguan (impulses) dan mekanisme perambatan (yang akan membuat impulses memiliki efek yang lama). Siklus hanya akan terjadi jika shock berkorelasi secara serial, atau jika mekanisme perambatan membawa dampak dari kesalahan ekspektasi ke periode lainnya

2.1. Mekanisme Perambatan (Propagation Mechanisms)
Beberapa modifikasi model Neo-Klasik telah menggunakan mekanisme perambatan dalam analisisnya. Dalam model Lucas (1975 dalam Zijp,1990) , suatu peningkatan dalam suplai uang hanya akan meningkatkan tingkat harga umum ketika informasi mengenai shock moneter tersedia. Jadi, uang adalah netral dalam jangka lebih panjang. Tetapi, uang tidak bersifat super netral: perubahan dalam tingkat pertumbuhan suplai uang tidak menyebabkan perubahan tingkat inflasi secara proporsional. Ini akan menyebabkan perubahan dalam nilai ril uang.
Blinder dan Fischer (1981 dalam Zijp,1990) menggunakan penyesuaian bertahap dari stok barang untuk mencapai suatu model Neo-Klasik yang menghasilkan siklus bisnis. Dalam konteks tersebut diperkenalkan istilah efek kapasitas. Dia menyatakan bahwa pada awalnya investasi akan meningkat tajam setelah shock, akan tetapi sesudah itu menurun secara bertahap. Hal ini disebabkan, perusahaan tidak dapat mengurangi secara drastis kapasitas terpasang dari produksi yang telah ada.
Namun, hal ini tidak sesuai dengan bukti-bukti empiris yang menunjukkan bahwa investasi dan output meningkat selama beberapa periode sebelum menurun. Dua penjelasan dapat diberikan untuk ini. Pertama, lag informasi mungkin lebih dari satu periode. Kedua, proyek investasi melibatkan perencanaan, sehingga terdapat lag yang panjang dari perencanaan untuk meningkatkan stok kapital sampai ketika kapital baru tersebut mulai berproduksi.

2.2. Pandangan Neo-Klasik terhadap Kebijakan Moneter
Pandangan mengenai efektivitas kebijakan moneter tergantung pada asumsi mengenai informasi. Pertama, dalam situasi informasi yang sempurna, kebijakan moneter tidak akan efektif: tidak mempengaruhi variabel ril. Posisi ini disebut sebagai proposisi netralitas. Kedua, dalam situasi informasi tidak sempurna, kebijakan moneter akan efektif. Posisi ini disebut sebagai proposisi non-netralitas

Proposisi Netralitas
Dalam tingkat keseimbangan alami (NRE=natural rate equilibrium) kebijakan moneter adalah netral dalam arti tidak mempengaruhi variabel ril. Jika semua individu memiliki pengetahuan dan tinjauan ke masa depan yang sempurna, individu tidak akan membuat kesalahan ekspektasi. Individu akan tahu apa yang akan dilakukan pemerintah dan/atau otoritas moneter, yang memungkinkan mereka untuk mengantisipasi langkah-langkah kebijakan dengan benar (dalam arti probabilistik). Pada kondisi ini, kebijakan moneter tidak efektif. Ekspansi moneter hanya akan meningkatkan tingkat harga, namun tidak berpengaruh terhadap output ril. Proposisi ini disebut sebagai proposisi netralitas.

Proposisi Non-Netralitas
Jika individu tidak memiliki pengetahuan dan tinjauan ke masa depan yang sempurna, maka individu akan membuat kesalahan ekspektasi. Kebijakan moneter akan efektif mempengaruhi variabel riil.
Kebijakan pemerintah akan mempunyai efek ril jika pemerintah memang memiliki keunggulan informasi. Namun, lama efek ini akan tergantung pada lamanya keuntungan informasi tersebut. Jika keuntungan bersifat sementara, maka pengaruhnya juga akan sementara. Individu-individu akan menggunakan kebijakan inflasi dalam keputusannya, menyebabkan mereka menduga inflasi akan lebih tinggi lagi. Oleh karenanya, kebijakan moneter hanya akan mengakibatkan hiperinflasi, tanpa berdampak positif pada sektor riil.

Bersambung ke bagian 2.

Bahan Bacaan
Priyanti,A, dkk, 2002, “Falsafah Kebenaran dalam Perkembangan Ilmu, (Pendekatan Aliran Pemikiran Makroekonomi)”, Makalah pada PPS IPB, Bogor
Zijp, R, 1990, Serie Research Memoranda: New Classical Monetary Business Cycle Theory, Facultelt der Economische Wetenschappen en Econometrie, vrije Universiteit, Amsterdam.
Garrison, RW, 2002, “Business Cycles: Austrian Approach” dalam An Encyclopedia of Macroeconomics (Vane H dan Snowdon B, eds), Aldershot: Edward Elgar
Botha,D.J.J,2007, “Professor Wijnholds’ Budget Theory of Money (Review Article)”. Journal Compilation (c) 2008 The Economic Society of South Africa
Haberler,G,1986, “Reflections on Hayek’s Business Cycle Theory”, Cato Journal, Vol. 6, No.2

No comments:

Post a Comment

 
(c) free template