Peluang Usaha Mandiri

Wednesday, May 6, 2009

Penduduk dan Pembangunan Ekonomi (2)

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan seri 1 mengenai Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Lihat tulisan sebelumnya
Teori Malthus
Teori Malthus diturunkan dari tulisan-tulisan Thomas Robert Malthus. Bukunya yang pertama adalah “Essay on the Principle of Population as it affects the future improvement of society; With remarks on the speculations of Mr.Godwin, M.Condorcet, and other writer” yang dipublikasikan tahun 1798. Pada tahun 1803 buku tersebut direvisi dengan judul “An Essay on the Principle of Population; or a view of its past and present effects on human happiness; with an inquiry into our prospects respecting the future removal of mitigation of the evils which it occasions”.
Dari bukunya yang pertama jelas bahwa ide dari teori ini diilhami oleh dua tokoh pendahulunya yaitu William Goldwin dan Marquis de Condorcet. Meskipun demikian, Malthus merupakan orang pertama yang secara sistematis menggambarkan hubungan antara penyebab dan akibat-akibat pertumbuhan penduduk. Hal ini yang menyebabkan teorinya sangat terkenal.
Model Dasar – Teori Jebakan Kependudukan Malthus
Dalam model dasarnya, Malthus menggambarkan suatu konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang (dimishing returns). Malthus menyatakan bahwa umumnya penduduk suatu negara mempunyai kecenderungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur yang akan berlipat ganda tiap 30-40 tahun, kecuali bila terjadi bahaya kelaparan. Pada saat yang sama, karena adanya ketentuan pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap (tanah dan sumberdaya alam) maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung. Dalam kenyataannya, karena setiap anggota masyarakat hanya memiliki tanah yang sedikit, maka kontribusi marginal atau produksi pangan akan semakin menurun. Oleh karena pertumbuhan pangan tidak dapat berpacu dengan pesatnya pertambahan penduduk, maka pendapatan perkapita (dalam masyarakat agraris, pendapatan perkapita diartikan sebagai produksi pangan perkapita) akan mempunyai tendensi turun sedemikian rendahnya sehingga mencapai sedikit di atas tingkat subsisten (kemiskinan absolut).
Para ahli ekonomi modern memberikan istilah bagi gagasan Malthus mengenai penduduk yang terpaksa hidup pada tingkat pendapatan subsisten ini dengan istilah “jebakan kependudukan dengan tingkat ekuilibrium yang rendah” (low level-equilibrium population trap) atau singkatnya “jebakan kependudukan Malthus” (Malthusian population trap).
Dalam bentuk diagram, model dasar tersebut diberikan sebagai berikut:
Gambar: “Jebakan Kependudukan” Malthus


Sumbu vertikal mewakili pertumbuhan (dalam persen) untuk variabel penduduk (P) dan pendapatan (Y), sedangkan sumbu horisontal mewakili pendapatan perkapita (Y/P).
Kurva P yang menggambarkan hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pendapatan perkapita. Pada pendapatan perkapita yang sangat rendah (Y0), tingkat perubahan jumlah penduduk adalah nol, yang berarti tingkat pertumbuhan penduduk dalam keadaan stabil. Y0 dapat mewakili konsep mengenai “kemiskinan absolut” Angka kelahiran dan kematian berimbang dan penduduk bertahan pada tingkat absolutnya. Situasi ini mirip dengan Tahap I dari teori transisi demografi. Pada tingkat pendapatan perkapita di atas Y0 (bergerak ke sebelah kanan Y0), jumlah penduduk akan mulai meningkat yang disebabkan menurunnya angka kematian. Meningkatnya pendapatan akan mengurangi bahaya kelaparan dan penyakit sehingga menurunkan angka kematian. Namun, angka kelahiran masih tetap bertahan tinggi, yang memberikan dorongan bagi pertumbuhan jumlah penduduk (Tahap II)
Pada tingkat pendapatan perkapita sebesar Y2, laju pertumbuhan penduduk mencapai laju pertumbuhan maksimumnya yang diperkirakan sekitar 3,3 %. Diasumsikan laju pertumbuhan penduduk tersebut akan tetap bertahan sampai terjadi perubahan pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Selanjutnya, meningkatnya pendapatan perkapita ke tingkat yang lebih tinggi. Sesudah itu (di sebelah kanan dari Y5), sejalan dengan Tahap III dari teori transisi demografi, angka kelahiran akan mulai menurun dan kurva pertumbuhan penduduk kemiringannya menjadi negatif dan kembali mendekati sumbu horisontal.
Teori Malthus juga menjelaskan hubungan antara tingkat pertumbuhan pendapatan agregat dan tingkat pendapatan perkapita. Dengan membandingkan tingkat pendapatan agregat dengan jumlah penduduk, terlihat bahwa saat pendapatan agregat naik lebih cepat dari jumlah penduduk, pendapatan perkapita juga akan naik. Sebaliknya, jika jumlah penduduk meningkat lebih cepat dari pendapatan total, maka pendapatan perkapita akan turun.
Pada gambar terlihat bahwa pada awalnya pertumbuhan pendapatan nasional (agregat) mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat pendapatan perkapita, dimana semakin tinggi pendapatan perkapita maka tingkat kenaikan pendapatan agregat juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan negara-negara yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki tingkat tabungan yang lebih tinggi juga sehingga lebih banyak investasi dapat dilakukan. Tingkat investasi yang tinggi akan mendorong tercapainya pertumbuhan pendapatan agregat yang lebih tinggi pula. Akan tetapi setelah melewati tingkat pendapatan perkapita tertentu (Y3), kurva pertumbuhan pendapatan akan mencapai titik maksimum, dan kemudian mulai menurun. Ini adalah titik pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing return) dalam model Malthus yang terjadi ketika investasi dan tenaga kerja terus bertambah, disisi lain sumberdaya alam dan tanah relatif tetap. Oleh karenanya, kurva pertumbuhan pendapatan agregat secara konseptual dapat disamakan dengan kurva produk total dalam teori produksi.
Kurva pertumbuhan penduduk dan pendapatan digambarkan sedemikian rupa sehingga melewati 3 titik: A, B dan C. Titik A merupakan suatu titik dengan tingkat pendapatan yang rendah (y1) yang disertai oleh adanya ekuilibrium dalam pertumbuhan penduduk (low level-equilibrium trap). Titik A merupakan titik ekuilibrium yang stabil karena walaupun ada gerakan, baik ke sebelah kanan maupun ke sebelah kiri titik A, tingkat pendapatan perkapita akan kembali ke y1. Misalnya, jika pendapatan perkapita naik dari y1 ke y2, tingkat pertambahan penduduk akan melebihi laju pertumbuhan pendapatan agregat (kurva P secara vertikal lebih tinggi dari kurva Y). Jika jumlah penduduk meningkat lebih cepat dari pendapatan, maka pendapatan perkapita pasti menurun, yang ditunjukkan oleh arah panah ke jurusan titik A. Pendapatan perkapita akan turun kembali ke tingkat y1, untuk semua titik antara y1 dan y2. Demikian pula, untuk daerah sebelah kiri titik A dimana pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat dari penduduk menyebabkan pendapatan perkapita ekuilibrium akan naik ke tingkat pendapatan y1.
Titik B merupakan titik ekuilibrium yang “tidak stabil”. Jika pendapatan perkapita melonjak cepat dari y1 ke y2 (misalnya karena adanya program investasi dan industri besar-besaran), maka pertumbuhan penduduk akan terus berlangsung sampai titik ekuilibrium stabil yang lain (yaitu C). Titik C ini merupakan titik ekuilibrium yang stabil dengan pendapatan perkapita sebesar y4. Demikian juga, jika terjadi penurunan pendapatan perkapita (terjadi gerakan ke sebelah kiri titik B), maka pendapatan perkapita akan terus turun sampai titik A dicapai.

Sumber Bacaan:
Todaro M.P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta. Penerbit Erlangga
Weeks.J.R.1986. Population. California. Wadsworth Publishing Company

Artikel lainnya:

No comments:

Post a Comment

 
(c) free template